KAJIAN PROSES PEMBUATAN SILASE, HAY DAN HAYLAGE
A.
KAJIAN
PROSES PEMBUATAN SILASE
Silase merupakan pakan produk awetan dari hijauan, hasil
sampingan pertanian dan agroindustri dengan kadar air tinggi yang dibuat
melalui proses ensilase (fermentasi) oleh bakteri asam laktat pada kondisi asam
dan anaerob dalam suatu tempat yang biasa disebut silo. Tujuan utama pembuatan
silase adalah untuk mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan suatu
hijauan untuk dimanfaatkan pada masa mendatang, seperti saat musim paceklik. Silase
memiliki beberapa kelebihan antara lain pakan lebih awet, tidak memerlukan
pengeringan, mengurangi kerusakan pakan akibat pemanasan, memiliki kandungan
bakteri asam laktat yang berperan sebagai probiotik dan memiliki kandungan asam
organik yang berperan sebagai growth promotor serta penghambat penyakit.
Silase yang baik diperoleh dengan menekan berbagai aktivitas
enzim yang berada dalam bahan baku yang tidak dikehendaki namun dapat mendorong
berkembangnya bakteri penghasil asam laktat. Pembuatan silase secara garis
besar dibagi menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut :
Tahap Aerob
Pada tahap ini berlangsung dua proses yaitu proses respirasi
dan proses proteolisis, akibat adanya aktivitas enzim yang berada dalam tanaman
tersebut sehingga menghasilkan pH sekitar 6 – 6,5. Sebelum sel-sel di dalam
tumbuhan mati atau tidak mendapatkan oksigen, maka mereka melakukan respirasi
untuk membentuk energi yang di butuhkan dalam aktivitas normalnya. Respirasi
ini merupakan konversi karbohidrat menjadi energi. Respirasi ini di bermanfaat
untuk menghabiskan oksigen yang terkandung beberapa saat setelah bahan di
masukan dalam silo. Namun respirasi ini mengkonsumsi karbohidrat dan
menimbulkan panas, sehingga waktunya harus sangat di batasi. Respirasi yang
berkelamaan di dalam bahan baku silase akan menimbulkan panas yang akan meningkatan
temperatur dapat mempengaruhi kecepatan reaksi serta dapat merusak enzim.
Peningkatan tempetarur juga dapat mempengaruhi struktur silase misalnya
perubahan warna silase menjadi gelap serta dapat mengurangi kadar karbohidrat
yang pada ahirnya bisa menggagalkan proses fermentasi. Pengurangan kadar
oksigen yang berada di dalam bahan baku silase, saat berada pada ruang yang
kedap udara yg disebut dengan silo merupakan cara terbaik meminimalkan masa
respirasi ini. Selain itu, peningkatan temperatur silase dapat dibatasi dengan
pemanenan tanaman dengan kadar air yang tepat dan dengan meningkatkan kepadatan
silase. Pemadatan silase terkait dengan ketersediaan oksigen di dalam silo,
semakin padat silase maka oksigen semakin rendah sehingga proses respirasi
semakin pendek.
Tahap Fermentasi
Setelah kadar oksigen habis, maka proses fermentasi di mulai.
Tahap fermentasi ini berlangsung berlangsung selama 1 minggu sampai 1 bulan
ketika kondisi anerob tercapai pada bahan yang diawetkan. Tahap fermentasi ini
adalah untuk menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase sampai dengan kadar
pH dimana tidak ada lagi organisme yang dapat hidup dan berfungsi di dalam
silo.
Pada tahap
ini beberapa proses mulai berlangsung, isi sel makanan mulai dirombak. Glukosa
difermentasikan menghasilkan asam laktat dan etanol. Produksi asam laktat oleh
BAL menurunkan pH (menurunkan keasaman) silase dan menjadi kunci stabilitas
serta pengawetan silase. Selain itu proses fermentasi juga dapat meningkatkan
temperatur silase. Kenaikan temperatur tidak akan terjadi jika kondisi silo
tertutup rapat dan masih dalam kondisi anaerob. Umumnya temperatur yang baik
untuk pembuatan silase berkisar 25 - 50°C. Temperatur dalam pembuatan silase
tidak boleh lebih dari 50°C, karena pertumbuhan optimum untuk bakteri asam
laktat yaitu sekitar 35°C, sedangkan temperatur yang terlalu rendah (dibawah 25°C)
akan menyebabkan tumbuhnya bakteri pembusuk.
Tahap Stabil
Setelah masa aktif pertumbuhan
bakteri asam laktat berakhir, maka ensilase memasuki tahap stabil, ditandai
dengan stabilnya pH silase dan hanya sedikit sekali aktivitas mikroba. Pada
keadaan inilah bahan baku disebut dalam keadaan awet, sehingga silase dapat di
simpan bertahun-tahun selama tidak ada oksigen yang menyentuhnya.
Tahap Pengeluaran Silase
Saat pengeluaran silase yang akan
diberikan kepada ternak sebaiknya dilakukan secara hati – hati, karena oksigen
secara bebas akan mengkontaminasi permukaan silase yang terbuka, sehingga akan
menurunan lama masa simpan silase. Silase yang tersimpan dalam kondisi tertutup
rapat dapat bertahan 4 – 8 bulan.
Kualitas Silase
Silase yang baik biasanya dpengaruhi dari pemotongan hijauan
tepat waktu (menjelang berbunga), pemasukan ke dalam silo dilakukan dengan
cepat, pemotongan hijauan dengan ukuran yang memungkinkannya untuk dimampatkan,
penutupan silo secara rapat (tercapainya kondisi anaerob secepatnya) dan tidak
sering dibuka. Silase yang baik memiliki karakteritik sebagai berikut :
1.
Berwarna hijau kekuning-kuningan atau hijau
kecoklatan tergantung bahan pembuatan silase
2.
Beraroma dan berasa asam
3.
Tidak berbau busuk
4.
Apabila dipegang terasa lembut dan empuk
tetapi tidak basah (berlendir)
5.
Tidak menggumpal dan tidak berjamur
6.
Bila dilakukan analisa lebih lanjut, kadar
keasamanya (pH) antara 3,2-4,5 dengan kadar air antara 50 -75%.
Proses Pembuatan Silase
Berikut contoh proses pembuatan
silase :
1.
Siapkan silo (drum, bak, lubang, dll) dan
lapisi dengan plastik
2.
Siapkan bahan pakan yang akan dibuat silase
(hijauan, limbah pertanian, konsentrat, bahan aditif, dll)
3.
Layukan hijauan untuk mengurangi kadar air
dan dilakukan pemotongan kecil – kecil
4.
Campurkan semua bahan yang akan dibuat
silase, apabila hijauan terlalu kering tambahkan air sampai kadar air mencapai
40%
5.
Masukkan campuran bahan silase ke dalam silo
yang telah dilapisi plastik
6.
Tekan dengan kuat dan injak – injak bahan
silase agar udara di dalam keluar
7.
Ikat plastik dengan rapih, rapat dan jangan
sampai bocor kemudian tutup silo menggunaan penutupnya dengan rapat
8.
Bahan yang dimasukkan selanjutnya diperem
(difermentasikan) selama 3 minggu. Setelah itu drum dapat dibuka dan silase
dapat diberikan pada ternak. Setelah mengambil silase silo harus ditutup
kembali agar udara bebas tidak mengontaminasi silase.
B.
KAJIAN
PROSES PEMBUATAN HAY (HIJAUAN KERING)
Hay merupakan
hijauan pakan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan hingga kadar airnya
tersisa 12 – 20% agar dapat disimpan dan diberikan kepada ternak pada kondisi
tertentu, misalnya digunakan pada musim kemarau. Tujuan utama pembuatan hay yaitu untuk mengurangi kadar air dalam
bahan pakan sehingga aman untuk disimpan tanpa mengalami kerusakan atau
hilangnya nutrien secara serius. Selain itu dengan pembuatan hay dapat digunakan untuk persediaan
makanan ternak di musim kering, memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan
terbaik, memanfaatkan hijauan limbah dari tanaman kacang kacangan dan sebagai
pakan dalam perjalanan lintas benua. Untuk mendapatkan hay dengan nilai gizi dan palatabilitas yang tinggi, maka hijauan
harus dipotong saat menjelang berbunga, selanjutnya hijauan tersebut
dikeringkan dengan sinar matahari maupun dengan pengering buatan.
Prinsip pembuatan hay
yaitu menurunkan kadar air menjadi 12 - 20% dalam waktu singkat dengan panas
matahari maupun buatan. Tanaman yang telah dipotong dari kebun kemudian di
keringkan, maka dalam periode pengeringan ini masih terjadi respirasi yang
merubah zat pati menjadi glukosa yang akhirnya pecah mejadi H2O dan
CO2, hal inilah yang mengurangi kualitas dari hay. Untuk menghindari hal ini maka pengeringan harus di lakukan
secepat mungkin, penyinaran yang singkat dan jangan sampai kehujanan.
Lama pengeringan dipengaruhi oleh sumber panas, suhu,
kelembaban dan bentuk fisik hijauan. Hijauan dengan bentuk kasar biasanya lebih
lama di keringkan debandingkan yang halus. Semakin lama proses pengeringan maka
akan semakin banyak pula zat gizi pakan yang hilang. Saat penyinaran yang buruk
juga akan menyebabkan kerusakan atau kehilangan zat gizi pakan mencapai 50 -
60%, tetapi dalam cuaca yang baik zat gizi pakan hanya hilang 25% saja. Proses
pengeringan yang berjalan cepat dan dapat menurunkan kandungan air hingga 15%
akan lebih baik dari pada proses pengeringan yang berjalan lambat dan memakan
waktu lama. Proses penyimpanan dan pengankutan juga harus diperhatikan, karena
penyimpanan dan pengangkutan yang tidak tepat akan mempengaruhi kualitas hay. Karakteristik hay yang baik adalah
berwarna tetap hijau meskipun ada yang sedikit kekuningan, bentuk hijauan masih
tetap utuh dan tidak mudah patah, tidak kotor, tidak berjamur serta mau dimakan
oleh ternak.
Proses pengeringan
Proses pengeringan dalam pembuatan hay dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Pengeringan dengan panas
buatan dan pengeringan panas matahari. Pengeringan dengan panas buatan biasanya
dilakukan di negara dengan empat musim atau sub tropis, sebab lamanya
penyinaran matahari lebih pendek di bandingkan negara tropis, dengan suhu
pengeringan mencapai 600 - 800ยบ C. Kelebihannya adalah lebih cepat dan praktis.
Kekurangannya adalah perlu biaya dan kehilangan Vit D. sedangkan pengeringan
dengan panas matahatri dilakukan dengan menjemur hijauan di bawa sinar
matahari, hijauan hendaknya dibalik setiap 2 jam sekali. Lama pengeringan
tergantung tercapainya kandungan air antara 12 – 20%. Usahakan dalam
pengeringan daun jangan sampai keriting dan tempat penjemuran di beri alas
jangan langsung menyentuh tanah. Tempat menjemur terbaik yaitu dengan para
para. Metode penjemuran dengan
panas matahari dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut :
Metode
Hamparan
Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara
meghamparkan hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar
matahari. Setiap hari hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat
dengan cara ini biasanya memiliki kadar air 20 – 30% dengan tanda warna kecoklatan.
Metode Pod
Dilakukan dengan cara meghamparkan hijauan yang sudah
dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari dengan menggunakan semacam
rak sebagai tempat menyimpan hijauan yang telah dijemur selama 1 – 3 hari (kadar
air ± 50%).
C.
KAJIAN
PROSES PEMBUATAN HAYLAGE
Haylage merupakan proses lanjutan dari hay untuk dijadikan silase (Silase yang
dibuat dari hay dengan kadar air
kurang dari 60 %). Pada dasarnya prinsip pembuatan haylage sama dengan pembutan silase, yaitu melalui proses ensilase
(fermentasi) pada kondisi anaerob yang disimpan dalam silo, hanya saja haylage
dibuat dari hijauan kering (hay)
sedangkan silase terbuat dari hijauan segar. Pembuatan haylage bertujuan untuk mengawetkan bahan pakan dan memperkecil
kehilangan kandungan nutrien dalam pakan. Selain itu pembuatan haylage juga bertujuan untuk
meningkatkan palatabilitas karena hay
mempunyai palatabilitas yang rendah serta untuk memanfaatkan limbah hasil
pertanian yang kondisinya sudah mengering agar disukai oleh ternak.
Kualitas haylage
yang dihasilkan dipengaruhi oleh bahan baku haylage,
jenis silo, bahan pengawet, dan faktor lain yang meliputi pelayuan, perlakuan
mekanis, perlakuan pasca penen hijauan, stuktur tanaman dan kandungan protein. Haylage yang baik mempunyai karakteristik
antara lain berbau asam, tidak berjamur, tidak berlendir, mempunyai warna yang
seragam (hijau kecoklatan) dan teksturnya jelas. Berikut ini contoh proses
pembuatn haylage:
1. Siapkan hijauan yang telah dikeringkan (hay) dan silo yang telah dilapisi
plastik
2. Menghamparkan hay di atas lantai
3. Memercikkan starter pada hay sampai merata untuk mempercepat
proses fermentasi
4. Menambahkan air sampai tingkat kebasahan hay sesuai untuk di fermentasi
5. Memasukkan campuran hay dan starter ke dalam silo dengan cara sedikit demi sedikit dan
di padatkan agar udara di dalam keluar
6. Ikat plastik dengan rapih, rapat dan
jangan sampai bocor kemudian tutup silo menggunaan penutupnya dengan rapat
7. Diamkan campuran bahan tersebut selama 3 – 4
minggu agar proses fermantasi berlangsung sempurna. Setelah 3 – 4 minggu haylage siap
diberikan kepada ternak.
D.
BAHAN – BAHAN DALAM PEMBUATAN SILASE, HAY DAN HAYLAGE
1.
Bahan –
Bahan Pembuatan Silase
Bahan untuk membuat silase
setidaknya digunakan tiga jenis bahan pakan, diantaranya hijauan, konsentrat
dan bahan aditif. Hijauan merupakan sumber serat utama dalam pembuatan silase.
Hijauan yang digunakan dalam pembuatan silase merupakan hijauan atau bagian bagian lain dari tumbuhan yang disukai ternak
ruminansia, seperti rumput, legume, biji bijian, tongkol jagung, pucuk tebu,
batang nanas, tongkol gandum, jerami padi dan lain-lain. Syarat
hijauan (tanaman) yang dibuat silase yaitu segala jenis hijauan serta bijian
yang di sukai oleh ternak, terutama yang mengandung banyak karbohidratnya. Kadar air bahan yang optimal untuk dibuat silase
adalah 65-75%. Kadar air tinggi menyebabkan pembusukan dan kadar air terlalu
rendah sering menyebabkan terbentuknya jamur. Kadar air yang rendah juga dapat meningkatkan
suhu dalam silo sehingga meningkatkan resiko kebakaran.
Konsentrat digunakan untuk memperbaiki kandungan nutrisi serta
sebagai stimulan dan subtrat penopang roses fermentasi. Konsentrat yang biasa
digunakan meliputi dedak, bekatul, onggok dan ampas sagu. Onggok bisa
ditambahkan sebanyak 2,5% dari berat hijauan. Sedangkan dedak halus sebanyak 5%
dan jika menggunakan ampas sagu diperlukan 7% dari berat hijauan.
Bahan aditif untuk pembuatan silase dibedakan menjadi 2 jenis
yaitu stimulan dan inhibitor. Bahan aditif yang masuk kategori
stimulan adalah bahan pakan sumber karbohidrat seperti molasses. Selain itu
molases dan urea juga bisa ditambahkan untuk meningkatkan kandungan protein
silase berbahan baku jagung. Bahan stimulant lain yang juga bisa dipakai adalah
enzim atau mikrobia yang biasa dijual di pasaran. Sedangkan bahan yang masuk
kategori inhibitor diantaranya asam format, asam klorida, antibiotik, asam
sulfat dan formalin. Penambahan inhibitor bermanfaat untuk proses ensilase,
tetapi penggunaannya masih asing bagi petani kita. Hal ini dikarenakan bahan
stimulan lebih mudah didapatkan, harganya juga lebih murah serta lebih ramah
lingkungan.
Rasio perbandingan hijauan, konsentrat dan bahan aditif yang
digunakan adalah 7 : 2 : 1 atau 6 : 3 : 1 yang didasarkan apada presentase
berat.
2.
Bahan –
Bahan Pembuatan Hay
Bahan utama untuk pembuatan hay adalah segala macam hijauan (rumput atau legume) dan jerami yang
di sukai oleh ternak ruminansia. Cara memanen dan menangani paska panen sangat
mempengaruhi kualitas hay. Cara
memanen yang kurang baik akan mengakibatkan banyaknya hijauan yang akan
tercecer dan terbuang. Juga bila hijauan telah dipanen harus diletakkan
ditempat yang teduh dan memadai, karena jika tertimpa hujan maka kualitas
hijauan tersebut akan menurun.
. Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat hay yaitu bertekstur halus atau yang berbatang halus agar mudah
kering, dipanen dari area yang subur, dipanen saat menjelang berbunga (berkadar
protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak
berwarna “gosong”) yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.
Agar hay dapat
lebih awet disimpan, maka biasanya diberi bahan tambahan yang berupa bahan pengawet.
Adapun macam-macam pengawet yang dapat dipakai antara lain garam dapur (Nacl),
asam propionic, dan amonia cair. Garam sebagai pengawet diberikan 1-2% akan
dapat mencegah timbulnya panas karena kandungan uap air, juga dapat mengontrol
aktivitas mikroba, serta dapat menekan pertumbuhan jamur. Asam propionic berfungsi
sebagai fungicidal dan fungistalic untuk mencegah dan memberantas jamur yang
tumbuh serta tidak menambah jumlah jamur yang tumbuh. Adapun pemberian untuk
hay yang diikat (dipak) sebanyak 1% dari berat hijauan. Amonia cair juga
berfungsi sebagai fungicidal dan pengawet, mencegah timbulnya panas,
meningkatkan kecernaan hijauan tersebut dan memberikan tambahan N yang bukan
berasal dari protein (NPN).
3.
Bahan –
Bahan Pembuatan Haylage
Haylage merupakan proses lanjutan dari hay untuk dijadikan silase, dengan kata
lain Haylage adalah hay yang dijadikan silase. Sehingga
bahan - bahan yang digunakan dalam pembuatan haylage sama dengan bahan – bahan pembuatan silase. Perbedaannya
hanya terdapat pada bahan utamanya, jika silase menggunakan hijauan segar hylage menggunakan hijauan kering (hay).
Sumber :
Amalia,
R. N. 2010. Kajian silase daun ubi kayu
(Manihot esculenta) dengan berbagai zat aditif terhadap kecernaan in
vitro. Fakultas Peternakan
Institut pertanian Bogor. (Skripsi).
Hanafi, N. D.
2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Universitas Sumatera Utara.
Rahmat dan B. Harianto.
2012. 3 Jurus Sukses Menggemukkan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Rukmana, R.
2005. Budidaya Rumput Unggul
Hijauan Makanan ternak. Kanisius, Yogyakarta.
Yusandi. 2008. Kajian
mutu dan palatabilitas silase dan hay ransum komplit berbasis sampah organik
primer pada kambing Peranakan Etawah. Program Pascasarjana Institut pertanian
Bogor. (Tesis).