Selasa, 10 Mei 2016

KAJIAN PROSES PEMBUATAN SILASE, HAY DAN HAYLAGE

KAJIAN PROSES PEMBUATAN SILASE, HAY DAN HAYLAGE



A.                KAJIAN PROSES PEMBUATAN SILASE
Silase merupakan pakan produk awetan dari hijauan, hasil sampingan pertanian dan agroindustri dengan kadar air tinggi yang dibuat melalui proses ensilase (fermentasi) oleh bakteri asam laktat pada kondisi asam dan anaerob dalam suatu tempat yang biasa disebut silo. Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan suatu hijauan untuk dimanfaatkan pada masa mendatang, seperti saat musim paceklik. Silase memiliki beberapa kelebihan antara lain pakan lebih awet, tidak memerlukan pengeringan, mengurangi kerusakan pakan akibat pemanasan, memiliki kandungan bakteri asam laktat yang berperan sebagai probiotik dan memiliki kandungan asam organik yang berperan sebagai growth promotor serta penghambat penyakit.
Silase yang baik diperoleh dengan menekan berbagai aktivitas enzim yang berada dalam bahan baku yang tidak dikehendaki namun dapat mendorong berkembangnya bakteri penghasil asam laktat. Pembuatan silase secara garis besar dibagi menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut :

Tahap Aerob
Pada tahap ini berlangsung dua proses yaitu proses respirasi dan proses proteolisis, akibat adanya aktivitas enzim yang berada dalam tanaman tersebut sehingga menghasilkan pH sekitar 6 – 6,5. Sebelum sel-sel di dalam tumbuhan mati atau tidak mendapatkan oksigen, maka mereka melakukan respirasi untuk membentuk energi yang di butuhkan dalam aktivitas normalnya. Respirasi ini merupakan konversi karbohidrat menjadi energi. Respirasi ini di bermanfaat untuk menghabiskan oksigen yang terkandung beberapa saat setelah bahan di masukan dalam silo. Namun respirasi ini mengkonsumsi karbohidrat dan menimbulkan panas, sehingga waktunya harus sangat di batasi. Respirasi yang berkelamaan di dalam bahan baku silase akan menimbulkan panas yang akan meningkatan temperatur dapat mempengaruhi kecepatan reaksi serta dapat merusak enzim. Peningkatan tempetarur juga dapat mempengaruhi struktur silase misalnya perubahan warna silase menjadi gelap serta dapat mengurangi kadar karbohidrat yang pada ahirnya bisa menggagalkan proses fermentasi. Pengurangan kadar oksigen yang berada di dalam bahan baku silase, saat berada pada ruang yang kedap udara yg disebut dengan silo merupakan cara terbaik meminimalkan masa respirasi ini. Selain itu, peningkatan temperatur silase dapat dibatasi dengan pemanenan tanaman dengan kadar air yang tepat dan dengan meningkatkan kepadatan silase. Pemadatan silase terkait dengan ketersediaan oksigen di dalam silo, semakin padat silase maka oksigen semakin rendah sehingga proses respirasi semakin pendek.

Tahap Fermentasi
Setelah kadar oksigen habis, maka proses fermentasi di mulai. Tahap fermentasi ini berlangsung berlangsung selama 1 minggu sampai 1 bulan ketika kondisi anerob tercapai pada bahan yang diawetkan. Tahap fermentasi ini adalah untuk menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase sampai dengan kadar pH dimana tidak ada lagi organisme yang dapat hidup dan berfungsi di dalam silo.
Pada tahap ini beberapa proses mulai berlangsung, isi sel makanan mulai dirombak. Glukosa difermentasikan menghasilkan asam laktat dan etanol. Produksi asam laktat oleh BAL menurunkan pH (menurunkan keasaman) silase dan menjadi kunci stabilitas serta pengawetan silase. Selain itu proses fermentasi juga dapat meningkatkan temperatur silase. Kenaikan temperatur tidak akan terjadi jika kondisi silo tertutup rapat dan masih dalam kondisi anaerob. Umumnya temperatur yang baik untuk pembuatan silase berkisar 25 - 50°C. Temperatur dalam pembuatan silase tidak boleh lebih dari 50°C, karena pertumbuhan optimum untuk bakteri asam laktat yaitu sekitar 35°C, sedangkan temperatur yang terlalu rendah (dibawah 25°C) akan menyebabkan tumbuhnya bakteri pembusuk.

Tahap Stabil
            Setelah masa aktif pertumbuhan bakteri asam laktat berakhir, maka ensilase memasuki tahap stabil, ditandai dengan stabilnya pH silase dan hanya sedikit sekali aktivitas mikroba. Pada keadaan inilah bahan baku disebut dalam keadaan awet, sehingga silase dapat di simpan bertahun-tahun selama tidak ada oksigen yang menyentuhnya.

Tahap Pengeluaran Silase
            Saat pengeluaran silase yang akan diberikan kepada ternak sebaiknya dilakukan secara hati – hati, karena oksigen secara bebas akan mengkontaminasi permukaan silase yang terbuka, sehingga akan menurunan lama masa simpan silase. Silase yang tersimpan dalam kondisi tertutup rapat dapat bertahan 4 – 8 bulan.

Kualitas Silase
Silase yang baik biasanya dpengaruhi dari pemotongan hijauan tepat waktu (menjelang berbunga), pemasukan ke dalam silo dilakukan dengan cepat, pemotongan hijauan dengan ukuran yang memungkinkannya untuk dimampatkan, penutupan silo secara rapat (tercapainya kondisi anaerob secepatnya) dan tidak sering dibuka. Silase yang baik memiliki karakteritik sebagai berikut :
1.      Berwarna hijau kekuning-kuningan atau hijau kecoklatan tergantung bahan pembuatan silase
2.      Beraroma dan berasa asam
3.      Tidak berbau busuk
4.      Apabila dipegang terasa lembut dan empuk tetapi tidak basah (berlendir)
5.      Tidak menggumpal dan tidak berjamur
6.      Bila dilakukan analisa lebih lanjut, kadar keasamanya (pH) antara 3,2-4,5 dengan kadar air antara 50 -75%.

Proses Pembuatan Silase
            Berikut contoh proses pembuatan silase :
1.      Siapkan silo (drum, bak, lubang, dll) dan lapisi dengan plastik
2.      Siapkan bahan pakan yang akan dibuat silase (hijauan, limbah pertanian, konsentrat, bahan aditif, dll)
3.      Layukan hijauan untuk mengurangi kadar air dan dilakukan pemotongan kecil – kecil
4.      Campurkan semua bahan yang akan dibuat silase, apabila hijauan terlalu kering tambahkan air sampai kadar air mencapai 40%
5.      Masukkan campuran bahan silase ke dalam silo yang telah dilapisi plastik
6.      Tekan dengan kuat dan injak – injak bahan silase agar udara di dalam keluar
7.      Ikat plastik dengan rapih, rapat dan jangan sampai bocor kemudian tutup silo menggunaan penutupnya dengan rapat
8.      Bahan yang dimasukkan selanjutnya diperem (difermentasikan) selama 3 minggu. Setelah itu drum dapat dibuka dan silase dapat diberikan pada ternak. Setelah mengambil silase silo harus ditutup kembali agar udara bebas tidak mengontaminasi silase.

B.                 KAJIAN PROSES PEMBUATAN HAY (HIJAUAN KERING)
Hay merupakan hijauan pakan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan hingga kadar airnya tersisa 12 – 20% agar dapat disimpan dan diberikan kepada ternak pada kondisi tertentu, misalnya digunakan pada musim kemarau. Tujuan utama pembuatan hay yaitu untuk mengurangi kadar air dalam bahan pakan sehingga aman untuk disimpan tanpa mengalami kerusakan atau hilangnya nutrien secara serius. Selain itu dengan pembuatan hay dapat digunakan untuk persediaan makanan ternak di musim kering, memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik, memanfaatkan hijauan limbah dari tanaman kacang kacangan dan sebagai pakan dalam perjalanan lintas benua. Untuk mendapatkan hay dengan nilai gizi dan palatabilitas yang tinggi, maka hijauan harus dipotong saat menjelang berbunga, selanjutnya hijauan tersebut dikeringkan dengan sinar matahari maupun dengan pengering buatan.
Prinsip pembuatan hay yaitu menurunkan kadar air menjadi 12 - 20% dalam waktu singkat dengan panas matahari maupun buatan. Tanaman yang telah dipotong dari kebun kemudian di keringkan, maka dalam periode pengeringan ini masih terjadi respirasi yang merubah zat pati menjadi glukosa yang akhirnya pecah mejadi H2O dan CO2, hal inilah yang mengurangi kualitas dari hay. Untuk menghindari hal ini maka pengeringan harus di lakukan secepat mungkin, penyinaran yang singkat dan jangan sampai kehujanan.
Lama pengeringan dipengaruhi oleh sumber panas, suhu, kelembaban dan bentuk fisik hijauan. Hijauan dengan bentuk kasar biasanya lebih lama di keringkan debandingkan yang halus. Semakin lama proses pengeringan maka akan semakin banyak pula zat gizi pakan yang hilang. Saat penyinaran yang buruk juga akan menyebabkan kerusakan atau kehilangan zat gizi pakan mencapai 50 - 60%, tetapi dalam cuaca yang baik zat gizi pakan hanya hilang 25% saja. Proses pengeringan yang berjalan cepat dan dapat menurunkan kandungan air hingga 15% akan lebih baik dari pada proses pengeringan yang berjalan lambat dan memakan waktu lama. Proses penyimpanan dan pengankutan juga harus diperhatikan, karena penyimpanan dan pengangkutan yang tidak tepat akan mempengaruhi kualitas hay. Karakteristik hay yang baik adalah berwarna tetap hijau meskipun ada yang sedikit kekuningan, bentuk hijauan masih tetap utuh dan tidak mudah patah, tidak kotor, tidak berjamur serta mau dimakan oleh ternak.

Proses pengeringan
Proses pengeringan dalam pembuatan hay dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Pengeringan dengan panas buatan dan pengeringan panas matahari. Pengeringan dengan panas buatan biasanya dilakukan di negara dengan empat musim atau sub tropis, sebab lamanya penyinaran matahari lebih pendek di bandingkan negara tropis, dengan suhu pengeringan mencapai 600 - 800º C. Kelebihannya adalah lebih cepat dan praktis. Kekurangannya adalah perlu biaya dan kehilangan Vit D. sedangkan pengeringan dengan panas matahatri dilakukan dengan menjemur hijauan di bawa sinar matahari, hijauan hendaknya dibalik setiap 2 jam sekali. Lama pengeringan tergantung tercapainya kandungan air antara 12 – 20%. Usahakan dalam pengeringan daun jangan sampai keriting dan tempat penjemuran di beri alas jangan langsung menyentuh tanah. Tempat menjemur terbaik yaitu dengan para para. Metode penjemuran dengan panas matahari dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut :
Metode Hamparan
Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara meghamparkan hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air 20 – 30%  dengan tanda warna kecoklatan.

Metode Pod
Dilakukan dengan cara meghamparkan hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan hijauan yang telah dijemur selama 1 – 3 hari (kadar air ± 50%).

C.                KAJIAN PROSES PEMBUATAN HAYLAGE
Haylage merupakan proses lanjutan dari hay untuk dijadikan silase (Silase yang dibuat dari hay dengan kadar air kurang dari 60 %). Pada dasarnya prinsip pembuatan haylage sama dengan pembutan silase, yaitu melalui proses ensilase (fermentasi) pada kondisi anaerob yang disimpan dalam silo, hanya saja haylage dibuat dari hijauan kering (hay) sedangkan silase terbuat dari hijauan segar. Pembuatan haylage bertujuan untuk mengawetkan bahan pakan dan memperkecil kehilangan kandungan nutrien dalam pakan. Selain itu pembuatan haylage juga bertujuan untuk meningkatkan palatabilitas karena hay mempunyai palatabilitas yang rendah serta untuk memanfaatkan limbah hasil pertanian yang kondisinya sudah mengering agar disukai oleh ternak.
            Kualitas haylage yang dihasilkan dipengaruhi oleh bahan baku haylage, jenis silo, bahan pengawet, dan faktor lain yang meliputi pelayuan, perlakuan mekanis, perlakuan pasca penen hijauan, stuktur tanaman dan kandungan protein. Haylage yang baik mempunyai karakteristik antara lain berbau asam, tidak berjamur, tidak berlendir, mempunyai warna yang seragam (hijau kecoklatan) dan teksturnya jelas. Berikut ini contoh proses pembuatn haylage:
1.    Siapkan hijauan yang telah dikeringkan (hay) dan silo yang telah dilapisi plastik
2.    Menghamparkan hay di atas lantai  
3.    Memercikkan starter pada hay sampai merata untuk mempercepat proses fermentasi
4.    Menambahkan air sampai tingkat kebasahan hay sesuai untuk di fermentasi  
5.         Memasukkan campuran hay dan starter ke dalam silo dengan cara sedikit demi sedikit dan di padatkan agar udara di dalam keluar
6.    Ikat plastik dengan rapih, rapat dan jangan sampai bocor kemudian tutup silo menggunaan penutupnya dengan rapat
7.    Diamkan campuran bahan tersebut selama 3 – 4 minggu agar proses fermantasi berlangsung sempurna. Setelah 3 – 4 minggu haylage siap diberikan kepada ternak.

D.                BAHAN – BAHAN DALAM PEMBUATAN SILASE, HAY DAN HAYLAGE

1.                  Bahan – Bahan Pembuatan Silase
            Bahan untuk membuat silase setidaknya digunakan tiga jenis bahan pakan, diantaranya hijauan, konsentrat dan bahan aditif. Hijauan merupakan sumber serat utama dalam pembuatan silase. Hijauan yang digunakan dalam pembuatan silase merupakan hijauan atau bagian bagian lain dari tumbuhan yang disukai ternak ruminansia, seperti rumput, legume, biji bijian, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas, tongkol gandum, jerami padi dan lain-lain. Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat silase yaitu segala jenis hijauan serta bijian yang di sukai oleh ternak, terutama yang mengandung banyak karbohidratnya. Kadar air bahan yang optimal untuk dibuat silase adalah 65-75%. Kadar air tinggi menyebabkan pembusukan dan kadar air terlalu rendah sering menyebabkan terbentuknya jamur. Kadar air yang rendah juga dapat meningkatkan suhu dalam silo sehingga meningkatkan resiko kebakaran.
Konsentrat digunakan untuk memperbaiki kandungan nutrisi serta sebagai stimulan dan subtrat penopang roses fermentasi. Konsentrat yang biasa digunakan meliputi dedak, bekatul, onggok dan ampas sagu. Onggok bisa ditambahkan sebanyak 2,5% dari berat hijauan. Sedangkan dedak halus sebanyak 5% dan jika menggunakan ampas sagu diperlukan 7% dari berat hijauan.
Bahan aditif untuk pembuatan silase dibedakan menjadi 2 jenis yaitu stimulan dan inhibitor.  Bahan aditif yang masuk kategori stimulan adalah bahan pakan sumber karbohidrat seperti molasses. Selain itu molases dan urea juga bisa ditambahkan untuk meningkatkan kandungan protein silase berbahan baku jagung. Bahan stimulant lain yang juga bisa dipakai adalah enzim atau mikrobia yang biasa dijual di pasaran. Sedangkan bahan yang masuk kategori inhibitor diantaranya asam format, asam klorida, antibiotik, asam sulfat dan formalin. Penambahan inhibitor bermanfaat untuk proses ensilase, tetapi penggunaannya masih asing bagi petani kita. Hal ini dikarenakan bahan stimulan lebih mudah didapatkan, harganya juga lebih murah serta lebih ramah lingkungan.
Rasio perbandingan hijauan, konsentrat dan bahan aditif yang digunakan adalah 7 : 2 : 1 atau 6 : 3 : 1 yang didasarkan apada presentase berat.

2.                  Bahan – Bahan Pembuatan Hay
Bahan utama untuk pembuatan hay adalah segala macam hijauan (rumput atau legume) dan jerami yang di sukai oleh ternak ruminansia. Cara memanen dan menangani paska panen sangat mempengaruhi kualitas hay. Cara memanen yang kurang baik akan mengakibatkan banyaknya hijauan yang akan tercecer dan terbuang. Juga bila hijauan telah dipanen harus diletakkan ditempat yang teduh dan memadai, karena jika tertimpa hujan maka kualitas hijauan tersebut akan menurun.
. Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat hay yaitu bertekstur halus atau yang berbatang halus agar mudah kering, dipanen dari area yang subur, dipanen saat menjelang berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna “gosong”) yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.
Agar hay dapat lebih awet disimpan, maka biasanya diberi bahan tambahan yang berupa bahan pengawet. Adapun macam-macam pengawet yang dapat dipakai antara lain garam dapur (Nacl), asam propionic, dan amonia cair. Garam sebagai pengawet diberikan 1-2% akan dapat mencegah timbulnya panas karena kandungan uap air, juga dapat mengontrol aktivitas mikroba, serta dapat menekan pertumbuhan jamur. Asam propionic berfungsi sebagai fungicidal dan fungistalic untuk mencegah dan memberantas jamur yang tumbuh serta tidak menambah jumlah jamur yang tumbuh. Adapun pemberian untuk hay yang diikat (dipak) sebanyak 1% dari berat hijauan. Amonia cair juga berfungsi sebagai fungicidal dan pengawet, mencegah timbulnya panas, meningkatkan kecernaan hijauan tersebut dan memberikan tambahan N yang bukan berasal dari protein (NPN).

3.                  Bahan – Bahan Pembuatan Haylage
Haylage merupakan proses lanjutan dari hay untuk dijadikan silase, dengan kata lain Haylage adalah hay yang dijadikan silase. Sehingga bahan - bahan yang digunakan dalam pembuatan haylage sama dengan bahan – bahan pembuatan silase. Perbedaannya hanya terdapat pada bahan utamanya, jika silase menggunakan hijauan segar hylage menggunakan hijauan kering (hay).

Sumber :

Amalia, R. N. 2010. Kajian silase daun ubi kayu (Manihot esculenta) dengan berbagai zat aditif terhadap kecernaan in vitro. Fakultas Peternakan Institut pertanian Bogor. (Skripsi).

Hanafi, N. D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Universitas Sumatera Utara.

Rahmat dan B. Harianto. 2012. 3 Jurus Sukses Menggemukkan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Rukmana, R. 2005. Budidaya Rumput Unggul Hijauan Makanan ternak. Kanisius, Yogyakarta.



Yusandi. 2008. Kajian mutu dan palatabilitas silase dan hay ransum komplit berbasis sampah organik primer pada kambing Peranakan Etawah. Program Pascasarjana Institut pertanian Bogor. (Tesis).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar